Jumat, 29 November 2013

Andai Aku Menjadi

Pepatah mengatakan, 'Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau',,
Kita mungkin terbiasa memandang sebatas hijau-nya saja, lantas memendam rasa,, "Enak ya si-x kerja yang kerja di bank, gajinya guede,, bisa gonta-ganti mobil", atau mungkin "Enak tuh, kaya pak-y yang pengusaha itu,, udah tinggal tiduran aja dirumah, hartanya ngalir aja".

Ga hanya seputar besaran rejeki, tentang beban kerja pun juga, contonya begini, "Wah, enak kau ya, jadi akuntan, kerja tempatnya adem, nyaman, full ac ga kepanasan, tinggal duduk aja, buka-buka laporan di depan komputer,, ga kayak aku nih,,,"

Bahkan penyakit pun,, "oh si-z lagi sakit ya,, oh sakitnya ky gt,, itu mah mending,, aku nih lebih parah"
------

Well,, (meski yang terakhir ngasih contohnya agak-agak kurang pas) rasanya kita sering  terjebak dengan keluhan. Merasa diri begitu merana dengan apa yang kita peroleh atau yabg kita alami, lantas timbul rasa-rasa iri terhadap yang lain,,

Kita sering kali terjebak, oleh hijaunya rumput sebelah, tanpa kita menengok lebih dalam. Bagaimana si empunya menjadikan padang rumputnya menghijau? Juga dengan rumput kita sendiri, kita jadi lena untuk membuatnya sama hijau,, atau mungkin sebenarnya kita sekadar melihat dari satu perspektif saja, sehingga seolah 'yang sebelah' itu tampak lebih sip, tanpa kita lihat dari sisi selainnya?

coba sesekali, ubah cara pandang kita,,
---

Tentang pekerjaan misalnya,,

Benar si-x memang jutawan, tapi dibalik tingginya gaji yang dia terima, pernahkah terbayang seberapa pusingnya dia mengerjakan laporan-laporan, dikejar berbagai target dan deadline, sampai pulang malam karena lembur sudah menjadi kebiasaan.

Atau tentang si-y, tahukah kesehariannya, terus berfikir, mencari inovasi, gebrakan baru, merumuskan formula-formula agar bisnisnya terus berjalan?

Atau tentang profesi dan beban kerjanya..

Pak polisi misalnya, resiko kerjanya luar biasa besar, atau pak tentara, yang harus selalu siap tugas apapun, kapanpun, dimanapun. Ada bencana, kerusuhan, apalagi kegentingan nergara, harus selalu On.

Lain lagi dengan pak hakim,, jangan dulu dikira enak hidupnya karena gajinya gede, coba lihat sisi lain.. betapa ruwetnya kehidupan mereka, tiap hari berkutat dengan kitab undang-undang, dengan bermacam perkara, juga berhadapan dengan berbagai kepentingan. Riskan sekali kehidupan mereka, bukankah membuat putusan yang adil itu tidak mudah? ditambah lagi mutasi-mutasi cepat. repot kan pindahannya,,, apalagi kalau punya anak, usia sekolah.

Yang enginer, petugas pajak, pendidik, petugas kesehatan pun demikian, punya konsekuensi dan resiko kerja masing-masing.

Jadi..
Cobalah berfikir sebaliknya..

Coba bayangkan 'Jika aku menjadi..' tapi fokus pada berat tugasnya, atau konsekuensi pekerjaannya..
Agar kita bisa saling menghargai, saling menghormati. Agar kita tak saling curiga, tak saling mencerca.
Bukankah kita tak bisa hidup sendirian? Keberagaman yang ada bukankah untuk saling melengkapi?

Apa jadinya kalau tidak ada guru? Apa jadinya kalau tak ada pedagang? Atau kalau tak ada insinyur? Atau tak ada penegak hukum? Atau kalau tak ada dokter?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar