Sabtu, 30 November 2013

Pernahkah Terpikir untuk Menyerah?

Hari-hari ini, ada rasa yang begitu mengganjal,, berat,,

Rasanya kayak lagi panen,,,
Pagi-pagi nyalain TV,, berita,, pasien terlantar, dsb,,
Ganti jam, acara talkshow, wawancara,, temanya masih sama,,
Saat buka FB,, komentar-komentar miring bertebaran dimana-mana,,
Mau baca kompasiana, tulisan yang menghujat dunia kedokteran ga sedikit,,
Pengen buka portal berita, juga sama aja,, 
Detik, Kaskus, Twitter semua rame,, bahas dokter,,

Publik figur juga pada ga mau kalah,,
Lalu muncul komentar perih dari pejabat tinggi negara,,

Pedih,, sangat,,,

Membaca, mendengar hal-hal negatif setiap saat,, seperti belakangan ini, jujur saja, cukup membuat saya down,,

saya jadi teringat, beberapa hari yang lalu. Seorang rekan kerja saya yang lebih senior tiba-tiba berucap,, "mbak,, mbak kan masih muda ya,, masih termasuk baru lah ketimbang saya,, mesti belum pernah terpikirkan yang namanya pengen menyerah, berhenti dari dunia kedokteran kan ya?"

Tertegun saya mendapat pertanyaan itu,,

Saya??
Pernahkah ingin menyerah??

Jujur,, saya jawab pernah,,
Tidak hanya sekali malah,,,
Apalagi dengan keadaan seperti belakangan ini,,,
Rasanya pengen cepet-cepet stop,, berhenti,, dan fokus pada usaha lain yang secara finansial lebih menjanjikan,,

Tapi,,
Entah kenapa, setiap kali 'keterpurukan' itu menyapa, ada saja kejadian yang membuat saya kembali bisa tegak. Seperti pagi itu, juga pada banyak waktu yang lain. Diakhir sesi konsultasi, dan saat pasien hendak pamit meninggalkan ruang, mendadak mereka merangkaikan doa-doa tulus,, tanpa diminta,,
Dan itu sungguh,, suntikan motivasi yang luar biasa bagi saya,,
---

Well,, apapun yang terjadi hari ini,, biarlah,, biarlah mereka mengatakan apa saja,,
Tetaplah bekerja sebaik-baiknya
Tetaplah menebar sebanyak-banyak kemanfaatan,,
Jangan kecewakan meereka yang tulus menyimpul senyum dan menguntai doa-doa kebaikan untuk kita,,
Hujan hujatan pasti kan berlalu juga,,

Ayo.. MOVE ON,,

Jumat, 29 November 2013

Andai Aku Menjadi

Pepatah mengatakan, 'Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau',,
Kita mungkin terbiasa memandang sebatas hijau-nya saja, lantas memendam rasa,, "Enak ya si-x kerja yang kerja di bank, gajinya guede,, bisa gonta-ganti mobil", atau mungkin "Enak tuh, kaya pak-y yang pengusaha itu,, udah tinggal tiduran aja dirumah, hartanya ngalir aja".

Ga hanya seputar besaran rejeki, tentang beban kerja pun juga, contonya begini, "Wah, enak kau ya, jadi akuntan, kerja tempatnya adem, nyaman, full ac ga kepanasan, tinggal duduk aja, buka-buka laporan di depan komputer,, ga kayak aku nih,,,"

Bahkan penyakit pun,, "oh si-z lagi sakit ya,, oh sakitnya ky gt,, itu mah mending,, aku nih lebih parah"
------

Well,, (meski yang terakhir ngasih contohnya agak-agak kurang pas) rasanya kita sering  terjebak dengan keluhan. Merasa diri begitu merana dengan apa yang kita peroleh atau yabg kita alami, lantas timbul rasa-rasa iri terhadap yang lain,,

Kita sering kali terjebak, oleh hijaunya rumput sebelah, tanpa kita menengok lebih dalam. Bagaimana si empunya menjadikan padang rumputnya menghijau? Juga dengan rumput kita sendiri, kita jadi lena untuk membuatnya sama hijau,, atau mungkin sebenarnya kita sekadar melihat dari satu perspektif saja, sehingga seolah 'yang sebelah' itu tampak lebih sip, tanpa kita lihat dari sisi selainnya?

coba sesekali, ubah cara pandang kita,,
---

Tentang pekerjaan misalnya,,

Benar si-x memang jutawan, tapi dibalik tingginya gaji yang dia terima, pernahkah terbayang seberapa pusingnya dia mengerjakan laporan-laporan, dikejar berbagai target dan deadline, sampai pulang malam karena lembur sudah menjadi kebiasaan.

Atau tentang si-y, tahukah kesehariannya, terus berfikir, mencari inovasi, gebrakan baru, merumuskan formula-formula agar bisnisnya terus berjalan?

Atau tentang profesi dan beban kerjanya..

Pak polisi misalnya, resiko kerjanya luar biasa besar, atau pak tentara, yang harus selalu siap tugas apapun, kapanpun, dimanapun. Ada bencana, kerusuhan, apalagi kegentingan nergara, harus selalu On.

Lain lagi dengan pak hakim,, jangan dulu dikira enak hidupnya karena gajinya gede, coba lihat sisi lain.. betapa ruwetnya kehidupan mereka, tiap hari berkutat dengan kitab undang-undang, dengan bermacam perkara, juga berhadapan dengan berbagai kepentingan. Riskan sekali kehidupan mereka, bukankah membuat putusan yang adil itu tidak mudah? ditambah lagi mutasi-mutasi cepat. repot kan pindahannya,,, apalagi kalau punya anak, usia sekolah.

Yang enginer, petugas pajak, pendidik, petugas kesehatan pun demikian, punya konsekuensi dan resiko kerja masing-masing.

Jadi..
Cobalah berfikir sebaliknya..

Coba bayangkan 'Jika aku menjadi..' tapi fokus pada berat tugasnya, atau konsekuensi pekerjaannya..
Agar kita bisa saling menghargai, saling menghormati. Agar kita tak saling curiga, tak saling mencerca.
Bukankah kita tak bisa hidup sendirian? Keberagaman yang ada bukankah untuk saling melengkapi?

Apa jadinya kalau tidak ada guru? Apa jadinya kalau tak ada pedagang? Atau kalau tak ada insinyur? Atau tak ada penegak hukum? Atau kalau tak ada dokter?

Minggu, 24 November 2013

Ga Semua Kaya Gitu Kok,,

Pagi ini saya mendapat cerita menarik, pengalaman salah seorang teman yang kecewa setelah bertransaksi via kaskus. Kebetulan si kaskuser tadi belum cukup punya reputasi, masih beruntung nominal yang sudah di transfer ga terlalu besar.

Sekilas kejadian seperti ini tampak biasa ya, tidak semua transaksi aman dan bebas penipuan tidak semua penjual online rekomended, lantas apa menariknya?

Well, memang ada penjual yang ga jujur, namun apakah kita jadi antipati sama yang namanya jual beli? Apa kemudian kita langsung meniai bahwa semua pedagang tidak terpercaya?

Dalam kehidupan sehari-hari, kadang kala kita bertemu dengan "oknum".

Dijalan misalnya, saat ada tilangan, tujuan operasi penertiban itu memang bagus kan ya, biar kita aware terhadap safety riding, biar kita tertib berlalu lintas, biar kita di jalan ga ugal-ugalan; tapi kadang diantara polisi yang memeriksa itu ada yang ga ngasih surat tilang,,

Contoh lain di parkiran, petugas parkir kan yang mengatur parkir supaya rapi, plus juga bantu ngarahin pengendara yang mau masuk atau ngeluarin kendaraan. Kalau ga ada tukang parkir susah kan kita? Tapi diantara banyaknya, kadang ada juru parkir yang setelah nerima jasa parkir langsung pergi aja, ga bantu proses parkir memarkir.

Lain lagi di sekolahan, beberapa berita merujuk ada guru yang mendidik dengan kekerasan, atau di lain daerah ada yang narik pungutan liar, bilangnya uang gedung, atau uang sumbangan apalah..

Di dunia kesehatan pun demikian,,
Kemarin kita dihebohkan dengan berbagai berita dan berbagai tudingan tentang pelayanan. Ada yang merasa ditolak, dilayani dengan kurang baik, ada pula yang merasa tidak puas.
Diantara petugas kesehatan plus juga petugas administrasinya, memang ada yang kurang ramah, atau adakalanya melayani dengan kurang memuaskan,,  Tapi toh bukan semuanya kan?

Apapun profesinya,, kita tentu ga suka disama-samakan dengan contoh-contoh kurang baik yang ada.. Yang tidak baik ya satu dua memang ada, namun bukan berarti yang segelintir itu merupakan cerminan dari yang kebanyakan bukan?

Selasa, 19 November 2013

Kontradiksi Dunia Kedokteran

Jaman saya kecil, ada artis yang khas banget, seorang kakak cantik yang selalu tampil dengan kesan begitu dewasa dan momong anak-anak, yang kemana-mana selalu ditemani boneka mungilnya, siapa lagi kalau bukan Kak Ria Enes dan si imut Susan.

Waktu itu dia punya lagu, baris awalnya kira-kira begini:



Susan,, Susan,, Susan,, Besok gede mau jadi apa?
Aku kepengen pinter biar jadi dokter
....


Kalau kalian lahir era 80-an, mestinya masih inget dengan lagu ini kan ya?

Di jaman itu, profesi dokter sangat dihargai. Seorang dokter, selain dianggap sebagai penolong, juga pemberi harapan, dokter dinilai punya status sosial lebih di dalam kehidupan bermasyarakat serta dipercaya punya banyak kelebihan, salah satunya seperti yang susan sebutkan "pinter". Pertimbangan dokter begitu diperhatikan, bahkan untuk pengambilan keputusan yang ga ada kaitannya dengan kesehatan sekali pun. Di desa-desa terutama, saat mau membangun fasilitas desa, tak jarang pak/bu dokter yang lagi menjalani masa bakti diajak urun rembug..

Sekarang jaman sudah bergeser,, begitu jauh...

Jumlah dokter sekarang jauh lebih banyak ketimbang jaman dulu...
perkembangan ilmu kedokteran begitu cepat..
fasilitas penunjang kesehatan makin lengkap dan makin canggih,,

Namun bukan berarti kepercaan pada dokter makin meningkat, malah justru kecurigaan pada dokter yang kini jadi berlebihan. Tiap tindakan dokter selalu dipertanyakan, padanya seolah berlaku asas praduga bersalah. 

Ancaman cap "mal praktek" jadi momok tersendiri bagi para dokter, dan cacian maupun makian makin kerap terlontar. Tidak nyaman dan tidak aman, terkadang membuat praktek terasa begitu berat. Padahal resiko dan tanggung jawab yang melekat tiada sedikitpun berubah,,

Disisi lain, saat profesi lain terdapat kebijakan remunerisasi, atau lain lagi berdemo minta kenaikan upah, bagi dokter pembicaraan seputar penghasilan adalah seperti hal tabu,,

Pun begitu drastisnya perubahan, pun begitu kerasnya hujatan-hujatan dilontarkan, namun kenapa jumlah peminat kedokteran tidak surut?

lihat saja para pelajar sma,, begitu antusias mereka berebut kursi fk, bahkan dengan perbandingan 1: sekian ribu pun, bahkan ada yang rela mengulang dua atau tiga kali, mencoba menembus pintu masuk kedokteran,,

atau yang baru kemarin kita saksikan bersama, adik-adik dengan nilai UAN SMA teratas di negeri ini, saat ditanya cita-cita, tanpa ragu dijawab : dokter.

 sekarang  coba tanyakan, ada berapa orangtua yang berharap anaknya jadi dokter. pun bila si anak sama sekali tidak mau tak jarang yang memaksakan kehendak,,

atau coba hitung, berapa fk baru yang bermunculan?
meski ada fk yang mematok tinggi "harga masuk" tetap saja peminatnya bejibun,,,

Tanya kenapa???

Kamis, 07 November 2013

Pizza tanpa Ribet

Lagi kangen sama pizza, eh nemu resep pizza tanpa diuleni ditempatnya dek chuznul. Yakin simple banget, ga perlu tenaga extra buat ngadon, juga ga perlu megangin alat khusus pembuat adonan roti, yang gerakan n getarannya,, butuh tenaga juga buat megangin alatnya,, :p

Nah, jadi pengen praktekin resepnya, penasaran banget,,
Dan berhubung lagi pengen bikin olahan sayuran juga, lantas kepikiran untuk bikin pizza sayuran,,



Akhirnya, dibuatlah pizza yang pengennya dikasih nama 'simple garden pizza'. kenapa simple? karena bikinnya emang gampang, ga ribet, bahannya gampang dicari, dan ga pake oven lagi,, :p

Ini dia resepnya,, 

Bahan:
150 ml air hangat
1sdt ragi instant
1/2 sdt garam halus
1 sdt gula pasir
250 gram tepung terigu protein tinggi
2 butir telur
2 sdm margarin
1 sdt oregano dan sedikit basil
saus tomat botolan
1 buah bawang bombay kecil, iris tipis
1/2 buah wortel ukuran kecil, serut tipis
1/2 buah jagung manis, sisir
1 batang daun bawang
1/2 kaleng kecil jamur kancing
1 buah tomat, potong kecil
keju cheddar, cincang

Cara membuat:
  • Larutkan ragi dalam air, campurkan tepung, garam, gula, margarin serta telur, aduk hingga tercampur rata, membentuk adonan roti yang lembek dan basah. Tutup wadah dengan kain, biarkan 1 jam. Masukan ke dalam kulkas, diamkan 1-2 jam lagi.
  •  Keluarkan adonan pizza, letakkan diatas wajan teflon, tekan-tekan hingga melebar memenuhi permukaan wajan. Usahakan semua sisi ketebalannya rata.
  • Olesi permukaan adonan dengan campuran saus tomat, basil, dan oregano. Tambahkan bawang bombay, jamur, sayuran, dan keju.
  • Panggang pizza dengan api super kecil, kira-kira 25 menit dengan teflon bertutup hingga matang, roti nampak kecoklatan dan permukaannya kering. Potong-potong, sajikan selagi hangat.