Senin, 01 November 2010
Mozaik Lampu Merah
Lampu merah. Perempatan jalan. Mungkin itu tempat tersering yang kamu kunjungi dalam keseharian, ah tapi apa iya? Aku tidak tahu pasti, seperti biasa, aku hanya menduga-duga. Dan tepat saat lampu berganti rupa dari kuning ke merah, waktu yang selalu kamu harap, kamu berlari, nyengir, mencari target operasi…
“mbak makan,, minta buat makan…” memelas, kamu tunjukan wajah itu.
Jujur saja, aku bimbang. Aku tahu kamu memang perlu rupiah, tapi apa begini caranya? Tidak sulit memang mengulurkan keeping melati atau jalak bali, bahkan jika yang ku keluarkan hanya sebiji perak kakatua raja pun kamu pasti senang, segera kabur, lari ke pengendara selanjutnya. Tapi apa ini bijak?
Ah kamu ini masih anak-anak. Aku tak tahu bagaimana kehidupan bisa membawamu ke bawah terik jalanan. Apa itu pilihanmu? Atau ada yang menyuruhmu? Atau bahkan kamu merasa nyaman bersama debu jalanan karena rupiah mudah bergelincir ke tanganmu? Lagi-lagi aku tidak tahu..
Ya, kamu ini masih bocah kecil..
“sudah nggak sekolah, kan sudah lulus SMP. Sekolahnya sudah selesai,,” lugu jawabmu waktu itu, saat kutanya tentang sekolahmu. Masih dengan mimik nyengirmu, lucu. Aku pikir kamu ini anak baik. Saking lugunya, kamu menganggap sekolah itu cukup sebatas lulus sampai tamat es-em-pe, dan sudah. Persis sama kayak program pemerintah yang sering digembor-gemborkan : wajib belajar 9 tahun. Ah mestinya wajib belajar itu nggak cukup 9 tahun, mestinya lebih,, lebih,,, dan lebih,,, hm,, atau jangan-jangan kamu malah bingung buat apa sekolah? Jangan-jangan kamu putus asa dan beranggapan tidak ada guna sekolah?
Terlalu banyak persangkaan…
kepalaku penuh berbagai Tanya…
ah,, kamu ini masih anak kecil nak,,, maafkan aku nak,, bukan maksud berbuat jahat padamu. Bukan juga terlalu sayang terhadap koin-koin ku. Aku hanya berpikir, bahwa ini tak baik untukmu. Tak baik jika kemudian tertaman dalam benakmu, “mudah saja mengumpul rupiah, cukup menadahkan tangan, tak perlu lah yang namanya kerja”. Aku takut kamu jadi tidak mandiri. Aku takut kamu jadi ogah belajar dan bekerja dengan benar di hari-hari nanti. Aku takut jika kelak kamu akan lebih senang menggantungkan hidupmu pada pemberian orang. Dan aku lebih takut jika hari-hari mu yang begini, pelan-pelan membunuh mimpimu,,,
maafkan aku nak…
moga kelak engkau bertemu dengan hari-hari yang lebih indah, lebih berwarna dari yang sekarang ini. moga engkau mengerti,,,
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar